Sabtu, Januari 30, 2010

KASIH SAYANG ILAHI

Ibrahim bin Adham , seorang alim yang hidup di abad ke-8, seperti diceritakan dalam salah satu tulisan Goenawan Moehamad, suatu saat bertawaf mengelilingi Ka'bah. Malam gelap, hujan deras, guntur gemuruh. Ketika Ibrahim berada di depan pintu Ka'bah, ia berdo'a, "Ya Tuhanku, lindungilah diriku dari perbuatan dosa terhadap-Mu."

Konon, ada suara yang menjawab, "Ya Ibrahim, kau minta pada-Ku untuk melindungimu dari dosa, dan semua hamba-Ku juga berdo'a serupa itu. Jika Kukabulkan doa kalian, kepada siapa gerangan nanti akan Kutunjukkan rasa belas-Ku dan kepada siapa akan Kuberikan ampunan-Ku ?"

Kisah pendek ini entah benar-benar terjadi atau tidak, namun kisah ini memberikan arti panjang bagi kita dalam memandang makna sebuah dosa dan hubungannya dengan kasih sayang Ilahi. Dosa diciptakan oleh Allah sebagaimana Dzat Yang Maha Agung ini menciptakan pahala. Tentu saja sebagaimana ciptaan-Nya yang lain, dosa pun memiliki peran dan hikmah tersendiri.
Dengan adanya dosa, kita jadi tahu ada yang namanya pahala. Dalam lorong yang hitam kita bisa melihat cahaya. Dalam gelap kita jadi tahu apa arti sebuah mentari. Walhasil, dosa memang harus kita jauhi namun juga harus kita pikirkan keberadaannya.
Semoga dengan melihat bahwa dosa pun dapat menjadi alat Allah untuk menunjukkan kasih sayang-Nya, kita mampu lebih memahami hadis Nabi, "Ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik agar perbuatan baik itu menghapusnya."

Kita percaya bahwa ampunan Allah lebih luas dari murka-Nya. Jika Allah yang Gagah Perkasa saja masih bersedia memaafkan hamba-Nya dan menunjukkan kasih sayang-Nya kepada kita semua, mengapa kita tak mau memaafkan kesalahan orang lain kepada kita ?
Mengapa tak kita serap sifat Rahman dan Rahim-Nya sebagaimana selalu kita baca dalam Bismillah ar-Rahman ar-Rahim ?
Ketika saya menghadap Kepala Sekolah sewaktu di Madrasah Aliyah seraya meminta maaf atas prilaku jelek saya. Kepala Sekolah yang sekarang sudah almarhum itu menjawab, "Umar bin Khattab pernah mengubur anaknya hidup-hidup, dia bertobat dan Allah memaafkannya. Apakah kesalahan kamu sudah lebih besar dari prilaku Umar itu sampai saya tak berkenan memaafkan kamu ?" Saya merinding mendengar jawaban itu. Saya pun masih merinding saat mengingat betapa pemurahnya guru saya itu. Guru saya tersebut sudah mampu menjadikan kesalahan saya sebagai alat untuk menunjukkan kasih sayangnya.

TERKENA API DI KUBURAN

Diceritakan dari Ibnu Hajar bahawa serombongan orang dari kalangan Tabi'in pergi berziarah ke rumah Abu Sinan. Baru sebentar mereka di rumah itu, Abu Sinan telah mengajak mereka untuk berziarah ke rumah jirannya.
"Mari ikut saya ke rumah jiran untuk mengucapkan ta'ziah atas kematian saudaranya." kata Abu Sinan kepada tetamunya.

Sesampainya di sana, mereka mendapati saudara si mati senantiasa menangis karana terlalu sedih. Para tetamu telah berusaha menghibur dan membujuknya agar jangan menangis, tapi tidak berjaya.
"Apakah kamu tidak tahu bahwa kematian itu suatu perkara yang mesti dijalani oleh setiap orang?" tanya para tetamu.
"Itu aku tahu. Akan tetapi aku sangat sedih kerana memikirkan siksa yang telah menimpa saudaraku itu." jawabnya.
"Apakah engkau mengetahui perkara yang ghaib?"
"Tidak. Akan tetapi ketika aku menguburkannya dan meratakan tanah di atasnya telah terjadi sesuatu yang menakutkan. Ketika itu orang-orang telah pulang, tapi aku masih duduk di atas kuburnya. Tiba-tiba terdengar suara dari dalam kubur "Ah....ah....Mereka tinggalkan aku seorang diri menanggung siksa. Padahal aku mengerjakan puasa dan solat". Jeritan itu betul-betul membuatku menangis kerana kasihan. Aku coba menggali kuburnya semula kerana ingin tahu apa yang sudah terjadi di dalamnya. Ternyata kuburan itu telah penuh dengan api dan di leher si mayat ada rantai dari api. Kerana kasihan kepada saudara, aku cuba untuk melepaskan rantai itu dari lehernya. Apabila aku hulurkan tangan untuk membukanya, tanganku terbakar."

Lelaki itu menunjukkan tangannya yang masih hitam dan mengelupas kulitnya karana kesan api dari dalam kubur kepada tetamu. Dia meneruskan ceritanya: "Aku terus menimbun kubur itu seperti semula dan pulang dengan segera. Bagaimana kami tidak akan menangis apabila mengingati keadaan itu?"
"Apa yang biasa dilakukan oleh saudaramu ketika di dunia?" tanya teman-teman Abu Sinan.
"Dia tidak mengeluarkan zakat hartanya." jawabnya.
Dengan jawaban ini, teman-teman Abu Sinan membuat kesimpulan tentang kebenaran ayat Suci Al-Quran surah Ali Imran yang artinya:
"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Ali Imran, 180)

TAK ADA JALAN UNTUK MAKSIAT

Ibrahim bin Adham bercerita bahwa ia pernah didatangi seorang laki-laki yang berkata kepadanya:
"Wahai Abu Ishak (Ibrahim bin Adham)! Saya seorang yang banyak berdosa, seorang yang dzalim.Sudikah kiranya Tuan mengajari saya hidup zuhud, agar Alloh menerangi jalan hidup saya dan melembutkan hati saya yang kesat ini."
Ibrahim bin Adham menjawab, "Kalau kau dapat memegang teguh enam perkara berikut ini, niscaya engkau akan selamat."
"Apa itu?" Tanyanya.
"Pertama, bila engkau bermaksiat, janganlah engkau memakan rizki Alloh."
"Jika di seluruh penjuru bumi ini, baik di barat maupun di timur, didarat maupun di laut, di kebun dan di gunung-gunung, ada rizki Alloh, maka dari mana aku makan?"
"Wahai Saudaraku, pantaskah engkau memakan rizki Alloh, sementara engkau melanggar peraturan-Nya?"
Tidak, demi Alloh! Lalu, apa yang kedua?"
Kedua, bila engkau bermaksiat kepada Alloh, janganlah engkau tinggal di negeri-Nya!"
Lelaki itu menukas, "Tuan Ibrahim, demi Alloh yang kedua ini lebih berat.bukankah bumi ini milik-Nya?Kalau demikian halnya, dimana aku harus tinggal?"
"Patutkah engkau makan rizki Alloh dan tinggal di bumi-Nya padahal engkau melakukan maksiat kepada-Nya?"
"Tidak, Tuan Guru!"
"Ketiga, jika engkau hendak berbuat maksiat, janganlah engkau lupakan Alloh yang Maha Melihat dan beranggapanlah bahwa Dia lalai kepadamu!"
"Tuan Guru, bagaimana mungkin bisa begitu, padahal Alloh Maha Mengetahui segala rahasia dan melihat setiap hati nurani."
"Layakkah engkau menikmati rizki-Nya, tinggal di bumi-Nya dan maksiat kepada-Nya sedangkan Alloh melihat dan mengawasimu?"
"Tentu saja tidak, wahai Tuan Guru.Lantas apa yang keempat?"
"Apabila datang kepadamu malaikat maut, hendak mencabut nyawamu, maka katakan kepada malaikat itu, tunggulah dulu, aku akan bertobat."Lelaki itu menjawab, "Tuan Guru, itu tidak mungkin.dan ia tak mungkin mengabulkan permintaanku." "Ibrahim bertutur,
“Kalau engkau sadar bahwa engkau tak mungkin mampu menolak keinginannya, maka tentu ia akan datang kepadamu kapan saja, mungkin sebelum engkau bertobat."
"Benar ucapan Guru!Sekarang apa yang kelima?"
"Kelima, bilamana datang mungkar dan Nakir kepadamu, lawanlah kedua malaikat itu d engan seluruh kekuatanmu, bila kau mampu."
"Itu tidak mungkin, mustahil Tuan Guru."
Ibrahim bin Adham kemudian melanjutkan, " Keenam, bila esok engkau berada di sisi Alloh SWT, dan Alloh menyuruhmu masuk neraka, katakanlah: Ya Alloh, aku tidak bersedia."
"Wahai Tuan Guru, cukuplah.Cukuplah nasihatmu!" Jawab lelaki itu, dan iapun pergi.

GUGURNYA DOSA BERSAMA TETESAN AIR WUDLU

"Abu Nadjih (Amru) bin Abasah Assulamy r.a berkata : Pada masa Jahiliyah, saya merasa bahwa semua manusia dalam kesesatan, karena mereka menyembah berhala. Kemudian saya mendengar berita ; Ada seorang di Mekkah memberi ajaran-ajaran yang baik. Maka saya pergi ke Mekkah, di sana saya dapatkan Rasulullah SAW masih sembunyi-sembunyi, dan kaumnya sangat congkak dan menentang padanya.
Maka saya berdaya-upaya hingga dapat menemuinya, dan bertanya kepadanya : Apakah kau ini ?
Jawabnya : Saya Nabi.
Saya tanya : Apakah nabi itu ?
Jawabnya : Allah mengutus saya.
Diutus dengan apakah ?
Jawabnya : Allah mengutus saya supaya menghubungi famili dan menghancurkan berhala, dan meng-Esa-kan Tuhan dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Saya bertanya : Siapakah yang telah mengikuti engkau atas ajaran itu ?
Jawabnya : Seorang merdeka dan seorang hamba sahaya ( Abubakar dan Bilal ).

Saya berkata : Saya akan mengikuti kau. Jawabnya : Tidak dapat kalau sekarang, tidakkah kau perhatikan keadaan orang-orang yang menentang kepadaku, tetapi pulanglah kembali ke kampung, kemudian jika telah mendengar berita kemenanganku, maka datanglah kepadaku. Maka segera saya pulang kembali ke kampung, hingga hijrah Rasulullah SAW ke Madinah, dan saya ketika itu masih terus mencari berita, hingga bertemu beberapa orang dari familiku yang baru kembali dari Madinah, maka saya bertanya : Bagaimana kabar orang yang baru datang ke kota Madinah itu ? Jawab mereka : Orang-orang pada menyambutnya dengan baik, meskipun ia akan dibunuh oleh kaumnya, tetapi tidak dapat. Maka berangkatlah saya ke Madinah dan bertemu pada Rasulullah S.A.W. Saya berkata : Ya Rasulullah apakah kau masih ingat pada saya ?

Jawabnya : Ya, kau yang telah menemui saya di Mekkah. Lalu saya berkata : Ya Rasulullah beritahukan kepada saya apa yang telah diajarkan Allah kepadamu dan belum saya ketahui. Beritahukan kepada saya tentang shalat ? Jawab Nabi : Shalatlah waktu Shubuh, kemudian hentikan shalat hingga matahari naik tinggi sekadar tombak, karena pada waktu terbit matahari itu seolah-olah terbit di antara dua tanduk syaitan, dan ketika itu orang-orang kafir menyembah sujud kepadanya.

Kemudian setelah itu kau boleh shalat sekuat tenagamu dari sunnat, karena shalat itu selalu disaksikan dan dihadiri Malaikat, hingga matahari tegak di tengah-tengah, maka di situ hentikan shalat karena pada saat itu dinyalakan Jahannam, maka bila telah telingsir dan mulai ada bayangan, shalatlah, karena shalat itu selalu disaksikan dan dihadiri Malaikat, hingga shalat Asar. Kemudian hentikan shalat hingga terbenam matahari, karena ketika akan terbenam matahari itu seolah-olah terbenam di antara dua tanduk syaithan dan pada saat itu bersujudlah orang-orang kafir.

Saya bertanya : Ya Nabiyullah : Ceriterakan kepada saya tentang wudlu' ! Bersabda Nabi : Tiada seorang yang berwudlu' lalu berkumur dan menghirup air, kemudian mengeluarkannya dari hidungnya melainkan keluar semua dosa-dosa dari mulut dan hidung. Kemudian jika ia membasuh mukanya menurut apa yang diperintahkan Allah, jatuhlah dosa-dosa mukanya dari ujung jenggotnya bersama tetesan air. Kemudian bila membasuh kedua tangan sampai kedua siku, jatuhlah dosa-dosa dari ujung jari-jarinya bersama tetesan air. Kemudian mengusap kepala maka jatuh semua dosa dari ujung rambut bersama tetesan air, kemudian membasuh dua kaki ke mata kaki, maka jatuhlah semua dosa kakinya dari ujung jari bersama tetesan air. Maka bila ia shalat sambil memuja dan memuji Allah menurut lazimnya, dan membersihkan hati dari segala sesuatu selain Allah, maka keluar dari semua dosanya bagaikan lahir dari perut ibunya " ( HR. Muslim )

"Ketika Amru bin Abasah menceritakan hadits ini kepada Abu Umamah, oleh Abu Umamah ditegur : Hai Amru bin Abasah perhatikan keteranganmu itu, masakan dalam satu perbuatan orang diberi ampun demikian rupa. Jawab Amru : Hai Abu Umamah, telah tua usiaku, dan rapuh tulangku, dan hampir ajalku, dan tiada kepentingan bagiku untuk berdusta terhadap Allah atau Rasulullah S.A.W.
Andaikan saya tidak mendengar dari Rasulullah, hanya satu dua atau tiga empat kali, atau lima enam tujuh kali tidak akan saya ceritakan, tetapi saya telah mendengar lebih dari itu " ( HR. Muslim )

Batu dan Bisikan

Suatu ketika, tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap. Kini, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar.
Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu. Tiba-tiba, dia melihat sesuatu yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak itu yang tampak melintas. Aah..., ternyata, ada sebuah batu yang menimpa Jaguar itu. Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.
Cittt....ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, di mundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan. Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati. Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Di tariknya seorang anak yang paling dekat, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.
"Apa yang telah kau lakukan!!! Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!!" Lihat goresan itu", teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu. "Kamu tentu paham, mobil baru semacam itu akan butuh banyak ongkos di bengkel kalau sampai tergores." Ujarnya lagi dengan geram, tampak ingin memukul anak itu.
Sang anak tampak ketakutan, dan berusaha meminta maaf. "Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa." Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun. "Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti...."
Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi. "Itu disana ada kakakku. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Aku tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat. Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan.."
Kini, ia mulai terisak. Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu. "Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda? Tolonglah, kakakku terluka, tapi dia terlalu berat untukku."
Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam. Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera, di angkatnya anak yang cacat itu menuju kursi rodanya. Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut anak itu. Memar dan tergores, sama seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya.
Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja. "Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatanmu." Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.
Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Disusurinya jalan itu dengan lambat, sambil merenungkan kejadian yang baru saja di lewatinya. Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele. Namun, ia memilih untuk tak menghapus goresan itu. Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini. Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat: "Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu."
Teman, sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar, dan dipacu untuk tetap berjalan. Di setiap sisinya, hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan. Namun, adakah kita memacu hidup kita dengan cepat, sehingga tak pernah ada masa buat kita untuk menyelaraskannya untuk melihat sekitar?
Tuhan, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita. Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya. Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan, memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas.
Teman, kadang memang, ada yang akan "melemparkan batu" buat kita agar kita mau dan bisa berhenti sejenak. Semuanya terserah pada kita. Mendengar bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya, atau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita.
(sumber tak diketahui)