26 RAMBU
LARANGAN PADA SAAT PENDAKIAN GUNUNG ( DALAM PERSPEKTIF ISLAM ) Ternyata Islam
sejak 14 abad yang lalu sudah membuat rambu-rambu larangan bagi semua manusia umumnya dan para pendaki gunung
khususnya…Inilah ke 26 Rambu-Rambu Larangan tersebut: 01. Berniat mendaki
gunung untuk perkara-perkara yang diharamkan syariat, seperti: • Kesyirikan :
Untuk mengirimkan sesajen kepada sesembahan selain Allah (penghuni gunung,
dewa/dewi, jin, setan, dan semisalnya), bertawassul, mencari/meminta wangsit,
menyembelih, bernazar, bertabarruk (mencari atau mengalap berkah) kepada jin,
penghuni gunung, tempat keramat, atau orang yang sudah mati dan dikuburkan di
gunung. • Kebid’ahan : Untuk melakukan upacara, ritual atau acara2 yang bid’ah
dan tidak disyariatkan di gunung, seperti Sedekah Gunung, Sedekah Bumi, Hari
Ulang Tahun, dll. • Kemaksiatan : Untuk melakukan perbuatan mesum atau maksiat
di gunung, seperti yang terjadi di gunung Kemukus. Atau membawa dan menggunakan
narkoba dan miras. Dari Amir Mukminin Abi Hafsh Umar bin Al-Khaththab
radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: ”Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya, dan
sesungguhnya setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang
hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya karena Allah dan
rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang akan diraihnya atau
wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang diniatkannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim). 02. Melakukan acara atau ritual ‘Selamatan’ sebelum
mendaki gunung. Biasanya acara ini dilakukan oleh pihak keluarga yang salah
seorang keluarganya ada yang pergi mendaki gunung. Acara ini termasuk bid’ah
yang mengada-ada. Dari ‘Aisyah radliyallâhu ‘anha dia berkata, Rasulullah
Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-ada
(memperbuat sesuatu yang baru) di dalam urusan kami ini (agama) sesuatu yang
bukan bersumber padanya (tidak disyari’atkan), maka ia tertolak.”
(HR.al-Bukhari) Di dalam riwayat Imam Muslim dinyatakan, “Barangsiapa yang
melakukan suatu amalan yang bukan termasuk urusan kami (agama), maka ia
tertolak.” 03. Memaksakan diri untuk pergi mendaki gunung walaupun tidak
mendapat izin dan restu dari orangtua. Seseorang datang kepada Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam meminta izin untuk pergi Jihad, maka Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam bertanya kepadanya, “Apakah kedua ibu bapakmu masih hidup?” Laki-laki
itu menjawab, “Ya.” Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tinggallah
dengan kedua orangtuamu, maka itulah Jihadmu.” Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
“Hadits di atas dijadikan dalil haramnya safar tanpa izin orangtua. Karena
menakala Jihad dilarang, padahal keutamaannya sangat agung, maka safar yang
mubah tentu lebih dilarang…” (Fathul Bari, VI/174). 04. Tidak memilih pemimpin
atau ketua perjalanan. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudri, bahwa Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika tiga orang keluar untuk bepergian,
maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka untuk menjadi
pemimpin.” (Shahih Abi Dawud, no. 2608). 05. Mampir untuk meminta izin dan
keselamatan kepada kuncen atau juru kunci gunung tersebut. Ini adalah perkara
yang membahayakan aqidah dan bisa terjerumus kepada perbuatan Syirik Akbar.
Berbeda halnya jika meminta izin kepada petugas khusus yang berwenang dalam
masalah ini, maka hal ini dibolehkan, bahkan bisa diwajibkan. Allah Tabaraka wa
Ta’ala berfirman, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami
mohon pertolongan.” (al Fatihah: 5) Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam: “Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila kamu minta
pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR.Tirmidzi: Hasan
Shahih) Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah berfirman: Aku
tidak butuh pada sekutu-sekutu itu, barangsiapa yang beramal dengan amalnya itu
dia mempersekutukan Aku dengan yang lainnya, maka akan Ku-tinggalkan dia
bersama sekutunya.” (HR.Muslim) 06. Mempercayai dan menyakini adanya
cerita-cerita khurafat, mistis, tahayul di gunung dan yang menyalahi ajaran
Islam. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Zaid bin Khalid Radhiyallahu
‘anhu, katanya: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengimami kami
dalam shalat Shubuh di Hudaibiyah setelah semalamnya turun hujan. Ketika usai
shalat, beliau menghadap kepada orang-orang lantas bersabda: “Tahukah kamu apa
yang difirmankan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang
lebih mengetahui.” Beliau pun bersabda: “Dia berfirman: Pagi ini di antara
hamba-hamba-Ku ada yang beriman dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang
mengatakan: ‘Telah turun hujan kepada kita berkat karunia dan rahmat Tuhan, dia
beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang’. Sedangkan orang yang mengatakan:
‘Telah turun hujan kepada kita karena bintang ini, atau bintang itu’, dia kafir
kepada-Ku dan beriman kepada bintang.” 07. Membawa barang-barang yang
diharamkan selama pendakian dan menggunakannya, seperti jimat, khamer (minuman
keras), alat musik, rokok, lonceng, dll. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Malaikat tidak akan menyertai rombongan
yang di dalamnya ada anjing dan lonceng.” (HR: Bukhari). 08. Wanita safar tanpa
didampingi oleh mahramnya. Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak halal bagi seorang wanita yang
beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan perjalanan sejauh sehari semalam
kecuali bersama seorang mahram.” (HR: Bukhari dan Muslim). 09. Ikhtilath
(bercampur baur antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahram) dan khalwat
(berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram) selama pendakian, apalagi jika
sampai satu tenda. Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Jangan sekali-kali salah seorang dari kamu bersendirian
dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.” (HR: Bukhari dan Muslim). 10.
Meninggalkan kewajiban agama seperti shalat yang lima waktu, walaupun dalam
kondisi yang memberatkan dan menyulitkan. Dari Jabir bin Abdillah Radhiallaahu
anhu Rasulullah Shalallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “ Pemisah antara
seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah dengan meninggalkan shalat”
(HR: Muslim) “Perjanjian antara kita dengan mereka (orang kafir) adalah shalat,
barangsiapa meninggalkannya sungguh dia telah kafir.” (HR: Ahmad, At-Turmudzi,
An-Nasa’i dan yang lainnya) 11. Tidak menjama’ dan mengqashar shalat selama
pendakian jika ia seorang musafir. Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Melalui lisan
Nabi kalian, Allah mewajibkan kalian shalat empat rakaat saat mukim, dua rakaat
ketika bepergian, dan satu rakaat di kala takut.” (Hadits Shahih. HR: Muslim,
Ibnu Majah, Abu Dawud, An Nasa’i). Dari Ibnu Umar, dia berkata, “Aku pernah
menyertai perjalanan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau tidak
pernah shalat lebih dari dua rakaat hingga wafat. Aku juga pernah menyertai
perjalanan Abu Bakar. Dia tidak pernah shalat lebih dari dua rakaat hingga
wafat. Aku juga pernah menyertai perjalanan Umar. Dia tidak pernah shalat lebih
dari dua rakaat hingga wafat. Selain itu, aku juga pernah menyertai perjalanan
Utsman. Dia tidak pernah shalat lebih dari dua rakaat hingga wafat…” (HR:
Muttafaqun ‘alaih). 12. Sudah menjama’ dan mengqashar shalat sebelum
meninggalkan tempat kediamannya atau sebelum memasuki daerah lain jika ia
hendak safar. Anas berkata, “Aku shalat zhuhur empat rakaat bersama Nabi di
Madinah. Adapun di Dzul Hulaifah, kami shalat dua rakaat.” (HR: Bukhari,
Muslim, Abu Dawud). Ibnul Mundzir berkata, “Aku tidak tahu bahwa Nabi pernah
mengqashar shalat pada setiap safarnya melainkan setelah meninggalkan Madinah.”
(Fiqhus Sunnah, I/240, 241). 13. Tidak mengetahui tata cara menjama’ dan
mengqashar shalat. 14. Tidak mengetahui tata cara tayammum. Dari Abu Dzar
bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya tanah
yang suci adalah alat bersuci bagi seorang muslim sekalipun dia tidak
mendapatkan air sepuluh tahun.” (HR. Nasa’i (321), Tirmidzi (124), Abu Dawud
(332), Ahmad (5/160). Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”) 15. Memaksakan
bersuci dengan air padahal persediaan air terbatas dan kurang. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Artinya : Mudahkanlah, janganlah
mempersulit dan membikin manusia lari (dari kebenaran) dan saling membantulah
(dalam melaksanakan tugas) dan jangan berselisih” (Hadits Riwayat Bukhari dan
Muslim). 16. Berpakaian dengan menampakkan aurat selama pendakian. Yaitu
laki-laki berpakaian yang menampakkan paha atau bagian dibawah pusarnya, begitu
juga isbal (memanjangkan pakaian di bawah mata kaki) bagi laki-laki, sedangkan
untuk wanita berpakaian tanpa hijab/jilbab syar’i, memakai pakaian ketat dan
celana panjang. Dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu anhu, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Artinya : Tidak diperbolehkan
bagi orang laki-laki melihat aurat laki-laki, dan wanita melihat aurat wanita…”
(Hadits Riwayat Muslim). 17. Mengotori dan merusak lingkungan, seperti: -
Membuang sampah sembarangan dan tidak membawa turun sampah yang dibawanya. -
Mengotori sumber air. - Mencemari air, tanah dan udara dalam jangka lama. -
Mencorat-coret batu, pohon, pos shelter. - Menebang pohon tanpa batas dan
berlebihan. - Mengambil atau mencuri flora dan fauna yang langka tanpa izin dan
yang terlarang. - Lalai dan sembrono hingga mengakibatkan kebakaran hutan dan
savana. - dll. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.
Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat
Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Qs.Al A’raf: 56). ”
Dan apabila dia berpaling (dari kamu), dia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, padahal Allah
tidak menyukai kebinasaan.” (QS. Al Baqarah: 205). 18. Buang hajat (Buang Air
Kecil dan Buang Air Besar) di tempat umum, tempat-tempat yang dilalui manusia,
dan di sumber air atau yang tidak mengalir. Dari Abu Hurairah, sesungguhnya
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah oleh kalian dua hal
yang bisa mendatangkan laknat!” Mereka bertanya, “Apakah dua hal itu wahai
Rasul?” Beliau bersabda, “Orang yang buang hajat di jalanan umum, atau di
tempat teduh mereka.” (HR: Muslim). Dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam melarang buang air kecil di air yang diam (tidak
mengalir).” (HR: Muslim). 19. Tidak memadamkan api ketika hendak tidur atau
pergi. Dari Ibnu Umar, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau
bersabda, “Jangan kalian membiarkan api menyala di rumah kalian ketika kalian
tidur!” (HR: Bukhari dan Muslim). 20. Tidur beramai-ramai dalam satu selimut.
Dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda, “Artinya : …Dan tidak boleh seorang laki-laki dengan
orang laki-laki lain dalam satu selimut, dan wanita dengan wanita lain dalam
satu selimut”. (Hadits Riwayat Muslim). 21. Bercerai berai dan berpisah diri
dari kelompoknya ketika singgah di suatu tempat. Diriwayatkan dari Abu
Tsa’labah, bahwa ketika suatu saat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
singgah (disuatu tempat), maka para Shahabat memilih tempat berhenti yang terpisah-pisah.
Maka beliau shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda, “Sesungguhnya
terpisah-pisahnya kalian di celah gunung dan lembah ini dari syaithan.” (Shahih
Abi Dawud, no. 2628). 22. Tidak membagi atau memakan makanan secara adil ketika
makan bersama-sama dalam kelompoknya, kecuali jika sudah diizinkan oleh
sahabat-sahabatnya. Dari Jabalah ibn Suhaim, dia berkata, “Kami mengalami musim
Paceklik bersama Ibnu Zubair, tiba-tiba kami mendapat rizki kurma. Waktu
Abdullah bin Umar lewat, kami sedang makan, maka dia berkata, “Jangan kalian
makan dua butir kurma sekaligus karena Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
melarang perbuatan qiran tersebut”; kemudian dia berkata, “Kecuali orang itu
minta izin kepada kawannya.”(HR: Bukhari dan Muslim). 23. Mencela cuaca (angin,
hujan, dingin, panas, dsb) di gunung. Firman Allah Ta’ala (artinya): “Dan kamu
membalas rezeki (yang telah dikaruniakan Allah) kepadamu dengan mengatakan
perkataan yang tidak benar.” (Al-Waqi’ah: 82) Dari Abu Hurairah, dia berkata,
“Aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Angin itu
termasuk rahmat Allah, dia datang membawa rahmat, dan bisa juga membawa adzab
(siksa), maka jika kalian melihatnya janganlah kalian mencelanya, dan mintalah
(kepada Allah) kebaikan yang dibawanya, serta berlindunglah dari kejahatan yang
ditimbulkannya.” (HR: Abu Daud dengan sanad hasan). 24. Sombong tatkala mendaki
gunung. Allah Ta’ala berfirman, “Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini
dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi
dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al Isra’: 37).
25. Tidak mentaati ketua atau pemimpin rombongan, kecuali jika disuruh
bermaksiat dan melanggar peraturan. Dari Abdullah bin Umar dari Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan taat
(kepada pemimpin), baik dalam perkara yang dia senangi maupun yang dia benci,
kecuali kalau dia diperintah dalam perkara maksiat, maka dia tidak boleh
mendengar atau taat.” (HR. Bukhari 4/329 Musnad 3/1469) 26. Tidak mempersiapkan
dan membekali diri dengan baik karena merasa sudah biasa dan mampu, sehingga
bisa memudharatkan diri sendiri bahkan bisa membunuh diri sendiri. Karena tidak
dipungkiri bahwa naik gunung itu termasuk kegiatan beresiko, selain itu juga
bisa merepotkan dan menyusahkan teman. Allah Ta’ala berfirman, “…dan janganlah
kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS Al-Baqarah: 195)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak boleh memudharatkan
diri sendiri dan memudharatkan orang lain.” (HR Malik II/745) Wallahu a’lam
Bissawab..... SALAM DAMAI LESTARI Referensi: - “Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal
Kitabil ‘Aziz”, oleh Dr. Abdul ‘Azhim bin Badawi al Khalafi. - “Riyadhus
Shalihin”, oleh Imam An Nawawi. - “Mantan Kiai Meluruskan Ritual-ritual Kiai
Ahli Bid;ah Yang Dianggap Sunnah” oleh H. Mahrus Ali. - “Pedoman Safar”, oleh
Syaikh Sa’id bin Ali Wahf al Qahthani, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, dan Azhari
Ahmad Mahmud, diterbitkan oleh Pustaka Ibnu Umar, cetakan pertama tahun 2010. -
Majalah Al-Furqon Edisi 2 Th. II 1423H.